Acara dibuka seperti biasa oleh dua keynote Speaker. Pertama adalah Putut Widjanarko yang mewakili penerbit, yaitu Mizan,dan di buku ini juga menuliskan pengantar. Yang kedua yaitu tuan rumah, sang rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan,Ph.D. Beliau lebih banyak memberi pidato berisi sambutan selamat datang kepada Gish yang telah bersedia datang ke Indonesia, khususnya Universitas Paramadina. Anies berpesan kepada hadirin bahwa Gish bukanlah seorang dosen yang akan mengeluarkan seluruh gagasannya bila tidak ada yang bertanya. Karenanya Anies mengajak hadirin untuk bertanya apa saja lebih banyak agar Gish mengeluarkan seluruh ilmu yang dimilikinya.
Bagi Putut Widjanarko sendiri,Brother Art,begitu biasanya kaum muslim di Athens menyapanya,adalah orang yang berkepribadian luar biasa.Begitu banyak hal yang telah dilakukannya bagi orang Palestina maupun umat manusia secara keseluruhan. Dia adalah sebuah pribadi dengan keyakinan yang total,yang "kaffah". Dan ketika Putu menghadiahkan
Arthur G.Gish, atau akrab disapa Art Gish, atau Art saja adalah seorang aktivis perdamaian yang berasal dari Amerika Serikat. Beliau melawan kekejaman Israel di tanah Palestina dengan jalan cinta dan anti kekerasan. Dan memang menurut Anies Baswedan dalam kata sambutannya, walaupun tinggal di daerah Athens,kota kecil di bagian tenggara negara bagian Ohio,Art Gish adalah seorang yang memang berasal dari lingkungan Amish di Amerika Serikat. Kelompok Amish adalah suatu komunitas yang menarik batas tegas terhadap modernisasi. Kelompok ini dikenal memang cinta damai dan anti terhadap kekerasan.Dan pola hidup demikian pula yang menghiasi kehidupan dan perilaku Gish bersama istri tercintanya, Peggy Gish. Putut Widjanarko mengatakan bahwa Gish akan membawa sendiri gelas dan piring dari rumah bila akan menghadiri suatu pesta semata-mata agar tak perlu memakai styrofoam di tempat pesta yang menurutnya tidak ramah lingkungan. Memang styrofoam salah satu bahan yang tidak mudah terurai dan perlu ribuan tahun untuk menghancurkannya. Di rumah Gish sendiri tidak ada WC karena keluarga Gish akan memanfaat limbah manusia itu untuk dijadikan pupuk dan memanfaatkannya sebagai bahan organik.
Arthur Gish dan istrinya Peggy sendiri adalah penganut kristen yang menjadi anggota dari Christian Peacemaker Teams (CPT), sebuah organisasi kristen yang bergerak di bid
Bukan hal yang mudah mewujudkan apa yang dicita-citakan oleh seorang Arthur G.Gish. Dunia yang penuh cinta kasih, kedamaian,anti kekerasan tanpa memandang perbedaan suku bangsa maupun agama. Konflik-konflik yang terjadi di Timur Tengah sebenarnya bukanlah pertentangan antar agama.Melainkan persoalan politik dan "tanah adat" yang telah berjalan ribuan tahun lamanya. Persoalan menjadi melebar karena pihak-pihak yang bertikai membungkusnya dengan tema agama dengan tujuan -diantaranya- untuk menarik lebih banyak simpati. Terserah bagaimana penilaian Anda sekalian, sidang pembaca yang terhormat. Tapi hendaknya kita sepakat bahwa dunia memerlukan lebih banyak lagi Gish-Gish yang lain yang bersedia mengorbankan nyawanya sendiri demi kepentingan orang lain dan perdamaian dunia dan alam sekitar. PEACE....!